Pages

Selasa, 08 April 2014

Cerita Sex - Bu Yayuk Langganan Ojekku

Posted by at 10.44
Cerita Sex - Bu Yayuk Langganan Ojekku

Aku sebenarnya hanyalah tukang ojek sepeda motor yang biasa mangkal diujung Gang tapi belakangin ini aku lebih dikenal sebagai seorang Gigolo, status bruku tersebut berawal dari perkenalanku dengan seorang wanita setengah tua sebut aja namanya Bu Yayuk, Bu Yayuk ini adalah seorang guru Sekolah Dasar yang baru pindah ketempat ku umur kira-kira sekitar 45 tahunan.

Bu Yayuk adalah seorang janda yang baru cerai karena suaminya kawin lagi dengan wanita yang jauh lebih muda, dia pindah kontrak di wilayah tempatku mangkal ngojek karena rumhnya yang dulu ditempatinya sekarang ditempai oleh mantan suaminya sedangkan dirinya tidak punya anak, sejak kepeindahanya di daerahku Bu Yayuk menjadi langganan ojekku setiap akan berangkat kerja kadang sepulang ,engajar Bu Yayuk sering juga meminta akua untuk menjemputnya pulang, pada suatu hari sekitar pukul 1.00 Wib, akua mendapat SMS dari Bu Yayuk SMS aku supaya menjempuntnya pulang di Sekolah Dasar tempatnya bekerja, mendapat SMS tersebut selanjutnya aku menjemput Bu Yayuk, kemudian mengantar pulang Bu Yayuk kerumahnuya namun entah kenapa di tengah perjalanan Bu Yayuk memintaku untuk pergi Ke Mall yang letaknya ada di Kota M, padahal saat itu cuaca dalam keadaan mendung, pada saat itu aku sempat bertanya pada Bu Yayuk ada perlu Bu inikan mau ujan ? udah gak apa-apa Ibu lagi suntuk dirumah, Mall kan letaknya dekat samapi di Mall mungkin hujan baru turun dan kita bisa di Mall sambil nuggu hujan berhenti/, mendengar hal tersebut selanjutnya aku tancap gas supaya tidak kehujanan benar saja sesmpainya di Mall hujan turun, ketika sampai diparkiran sepeda motor Bu Yayuk memintaku untuk menemaninya di Malal namun mungkin karena dalam keadaan suntuk ketika di Mall yang sekira aku Bu Yayuk akan berbelanja atau melihat barang-barang yang ada di Mall tapi Bu Yayuk hanya putar-putar Mall tapi sekalipun matanya melirik atau melihat isi Mall, setelah lelah putar-putar Mall Bu Yayuk kemudian mengajakku untuk makan di Restoran Siap Saji, Nal kita makan Yuk sambil ngobrol (Nal adalah panggilan pendek ku sebenarnya namaku adalah JAINAL) pada saat makan Bu Yayuk bercerita kepadaku bahwa dirinya menjadi janda karena ketahuan berselingkuh dengan seorang Duda, hal tersebut Bu Yayuk lakukan karena dirinya merasa kesal dengan suaminya karena suaminya nikah lagi dengan wanita lain dengan alasan karena setelah kawin dengan bu Yayuk belasan tahun tidak dapat anak dan sejak kawin dengan wanita tersebut suami Bu Yayuk jarang pulang, karena kedaan tersebutlah Bu Yayuk juga berselingkuh dan ingin sekali membuktikan kepada suaminya bahwa yang mandul bukan dirinya melainkan suaminya, namun yang membuat Bu Yayuk saat ini kesal ternyata teman selingkuhannya yang Duda itupun sudah 1 (satu) bulan tidak pernah berhubungan dengan Bu Yayuk dan baru tadi pagi Bu Yayuk tahu kalau teman selingkuhannya sudah menikah dengan wanita lain, tidak terasa ternyata kami di Mall kurang lebih sudah 5 (lima) jam, karena sudah menjelang malam dan hujanpun sudah mulai berhenti kemudian Bu Yayuk mengajakku untuk pulang namun tanpa diduga-duga ditengah perjalanan hujan mulai turun lagi, ketika hujan itu aku sempat akan berhenti untuk berteduh namun dilarang oleh Bu Yayuk udah Nal tanggung sudah deket tuh rumah kebut aja motormu, hingga akhirnya aku tidak jadi berteduh, sesampainya di rumah Bu Yayuk, aku dan Bu Yayuk basah kuyup, Bu Yayuk memintaku untuk masuk kedalam rumah, selanjutnya Bu Yayuk masuk kedalam kamar belakang yang letaknya di ruang keluarga, tidak berapa lama Bu Yayuk memanggilku untuk masuk keruang keluarga pada saat itu kulihat Bu Yayuk tengah berdiri hanya menggunakan handuk warna Pink sedangkan ditangan kanan dan kirinya membawa handuk dan kain sarung, saat itu Bu Yayuk mengatakan kepada ku Nal keringkan badanmu nih sambil nyodorkan handuk dan kain sarung kepadaku, entah disengaja atau tidak tiba-tiba handuk yang dikenakan Bu Yayuk terlepas hingga dengan jelas aku dapat melihat badan putih yang montok dengan payu dara yang besar dan memek yang ditumbuhi bulu yang agak lebat milik Bu Yayuk, sontak Bu Yayuk gelagapan berusaha meraih handuknya dan berusaha menutupi kembali badannya sambil berkata Nal tutup matamu, dan ku balas dengan kata-kata nakal kok ditutup bu kan saying rezeki, iih kamu nih ibukan malu jawabnya dank u jawab kembali kok malu sih bu lagian aku juga gak begitu jelaskok ngelihatnya, tanpa kuduga ternyata kata-kataku tadi malah dijawab dengan nakal dan manja oleh Bu Yayuk, emangnya kamu pengen lihat lagi supaya lebih jelas, dank u jawa yah kalau ibu mau ngasih lihat lagi kenapa enggak Bu, kalau kamu pengen lihat lagi yuk ikut Ibu, sambil tangannya menarik tanganku masuk kedalam kamar mandi yang ada di ruang belakang, setelah berada di dalam kamar mandi kemudian Bu Yayuk melepas handuknya sambil berkata Nal kita mandi bareng nanti kamu masuk angin loh habis- hujan-hujanan, selanjutnya sambil melihat Bu Yayuk menyiram bodinya yang montok dengan air aku buka seluruh pakaianku yang memang sudah basah kuyup kehujanan, pada saat pakaianku terbuka seluruhnya Bu Yayuk berbalik kearahku dengan maksud memintaku untuk menyabuni bagian tubuh belakanynya, namun ketika Bu Yayuk melihat kontolku yang besar dan panjang dan sudah berdiri sejak melihat Bu Yayuk terlepas handuknya, kemudian Bu Yayuk malah membalikkan badannya dan tangannya langsung meraih kontolku kemudian menyabuni kontolku sambil berkata Nal gede benar kontolmu panjang lagi sambil tangannyanya terus mengocok kontolku dengan sabun aku hanya mengerang keenakan, selanjutnya Bu Yayuk mengambil air digayung kemudian membilas kontolku dan berjongkok dihadapan kontolku selanjutnya mengulum kontolku, saat itu aku hanya mengerang sambil berkata aduh Bu… nikmat sekali Bu.. diapain sih Bu, selang beberapa menit Bu Yayuk melepas kulumnnya kemudian Bu yayuk duduk diatas tembok bak mandi sambil mengangkangkang pahanya sehingga memeknya menganga dan memintaku untuk segera memasukkan kontolku kedalam memeknya, namun akua tidak segera menuruti kehendaknya tersebut melainkan aku menundudukan kepalaku dan menjelita memeknya sambil jari tangan kananku kumasukkan kedalam lubang memeknya dan kukocok keluar masuk memeknya, saat itu Bu Yayuk menjerit-jerit kenikmatan dan meminta ampun ….udah….dah Nal jangan siksa ibu Nal masukkan segera kontolmu yang gede itu ke memek Ibu…. Ah…uh…ah….uh Nal….., memek Bu Yayuk semakin banjir dan setelah kupuas menjilati dan mengobok-ngobok memeknya Bu Yayuk kemudian aku berdiri dan segera kuarahkan kontolku kelubang memeknya, walaupun janda kurasakan memek Bu Yayuk masih terasa seret mungkin karena dirinya belum pernah punya anak, ketika kontoku masuk kedalam memeknya erangan Bu Yayuk semakin kencang kukocok-kocok kontolku didalam memek Bu Yayuk kira-kira sepuluh menit kemudian aku Bu Yayuk mengerang bersamaan Nal…. i….bu…. sampai, iiii ya Bu sayya juga sampai bersamaan dengan itu kurasakan memeknya Bu Yayuk berkedut dan kontolku menyemburkan air mani didalam memeknya, setelah kontolku terlepas dari dalam memeknya kemudian akua dan Bu Yayuk melanjutkan mandi sambil bercanda dan diselingi meremas payudara Bu Yayuk sedangkan Bu Yayuk sesekali memegang kontolku, di sela-sela mandi tersebut Bu Yayuk berkata kepadaku kamu hebat Nal baru kurasakan kotol laki-laki senikmat kontolmu ini dank u jawab iya bu memek ibu juga enak banget sambil tanganku mengobel memeknya, saat itu Bu Yayuk berkata ih..ih kamu nakal banget sih geli tau dank u jawab tapi enakkan bu… iaya deh jawab bu Yayuk, selesai mandi kemudian Bu Yayuk membuatkan aku Mie instant dan telur setengah matang serta memintaku untuk menginap malam itu dirumahnya tentu sekamar dengan Bu Yayuk, malamnya kami terus bertempur hingga akhirnya aku dan Bu Yayuk bangun kesiangan dan hari itu otomatis Bu Yayuk tidak ngajar, siangnyapun aku pamitan untuk pulang Bu Yayuk masih berusaha menahanku untuk menginap lagi, namun aku tolak dengan halus gak enak Bu besokkan aku balik lagi jemput ibu untuk ngajar, setelah itu Bu Yayuk meminta satu kali lagi bermain dan membolehkan akua untuk pulang, sejak kejadian tersebut dengan Bu yayuk sampai dengan saat ini aku masih sering berhubungan badan dengan Bu Yayuk dan selain dengan Bu Yayuk aku juga berhubungan badan dengan wanita tua lainnya yang juga laganan aojekku, entah kenapa aku begitu terangsang apabil melihat wanita setengah tua dan aku selalu berusaha menggodanya, memang ada saja yang menolak tapi lebih banyak yang mau bila ku goda karena tampangku walau tukang ojek tapi gak kalah-kalah jauh dengan Primus.

Cerita Lainnya : Cahaya Hidup Seorang Pemuda



Minggu, 23 Maret 2014

Cahaya Hidup Seorang Pemuda

Posted by at 23.56



Saat masih SMA aku mempunyai sifat yang keras, pemberontak dan nekat.
Orang bilang aku ini seorang
pemuda yang tidak tahu aturan. Tapi
sebenarnya tidak, aku cuma ingin
mengembangkan diriku sendiri. Pada waktu itu aku punya teman
kampung yang sebaya denganku,
dia sekolah di SMA swasta. Dalam
berteman kami sangat cocok dan
sering melakukan sesuatu bersama. Kami tidak berpikir lama untuk
melakukan sesuatu yang ekstrim,
menantang atau bahkan melanggar
aturan atau hukum. Ya benar, mulai
dari naik gunung, panjat tebing,
melancong ke luar pulau, memancing di laut, sampai yang ini;
kebut-kebutan, judi, pengguna dan
pengedar ganja, mabuk-mabukan
atau bahkan yang ini; mengutil di
plaza, mencuri dan banyak lagi.
Singkatnya kami ini adalah persekongkolan. Namun ulah kami
yang satu ini adalah yang paling
berkesan bagi kami walaupun kami
sama sekali tidak menduganya:
mengintip. Aku tinggal di perumahan dengan
bangunannya kuno dan besar,
ruang-ruangnya yang luas, langit-
langitnya yang tinggi dan
temboknya yang tebal. Kuno seperti
bangunan jaman Belanda. Nah, aku punya tetangga yang bentuk
rumahnya sama persis dengan
rumahku, rumahku dengan rumah
tetanggaku itu menyambung. Meski
di tengahnya ada tembok, tapi
menyambung di atasnya. Ya, ruangan di atas asbes di bawah
genteng, yang ada rangka kayu
besar itu di disain los. Kalau ada
seorang yang berada di atas, jelas
dia dapat bebas menjelajah dari
rumahku ke rumah tetanggaku tanpa di ketahui orang di dalam
rumah yang ada di bawah. Tentunya
dia harus melakukannya dengan
tanpa suara. Nah, itulah yang akan
aku dan temanku lakukan bersama.
Kenapa? karena tetanggaku itu, sebut saja keluarga Darwin, mereka
punya dua orang anak perempuan,
satu masih TK dan satu lagi SMP kelas
dua, sebut saja Wanda. Wanda
walaupun masih SMP tapi tubuhnya
tinggi seperti ibunya, ramping dan cantik, menurutku. Kami sering menggodanya.
Terkadang kalau dia punya PR, aku
dan temanku yang mengajarinya,
jelas lebih sering aku sendiri. Tapi
bukan Wanda yang menjadi sasaran
pengintipan kami, melainkan ibunya. Ya benar, Ibu Darwin ini lebih cantik,
wajahnya mirip model Larasati.
Umurnya mungkin 35-an, tubuhnya
putih mulus, seksi, dan pakaian yang
dikenakannya sering tidak lengkap,
"ini"-nya yang kelihatanlah, "itu"- nya yang terbukalah, pokoknya
benar-benar menggoda. Aku dan temanku sering kepergok
mengamati dia kalau dia sedang
membersihkan halaman dan dia
hanya tersenyum pada kami.
Suaminya? oh suami Ibu Darwin
kerja di luar pulau dan hanya pulang mungkin 2 kali dalam sebulan, dan
beliau sering ke luar negeri untuk
waktu yang tidak sebentar.
Akibatnya Pak Darwin selalu
memberi pesan padaku supaya aku
mengawasi, menjaga atau membantu anak-isteri yang
ditinggalkannya. Benar-benar suatu
skenario yang baik, pikirku. Pada suatu malam kami naik ke atas,
kami mempersiapkan segalanya,
obeng, bor kecil, pisau bergerigi,
sapu tangan penutup muka dan
senter, karena di atas gelap dan
berdebu. Kami naik ke atas dan langsung menuju ruang kamar
mandi, kira-kira hampir 2 jam kami
merekayasa atap asbes yang
ternyata bukan terbuat dari asbes,
untung kami membawa bor. Bor ini
bukan bor listrik tapi sebuah bor manual tangan jadi tidak ada
suaranya. Beres sudah, 2 lubang
persegi tepat berada di atas kamar
mandi sebesar 5x5 meter yang bisa
ditutup telah selesai. Kami pulang dan pada esoknya
sekitar pukul 05.00 pagi, kami
kembali ke atas dan menunggu Ibu
Darwin untuk mandi. Lalu terjadilah,
dia masuk sedangkan kami
mengamatinya dari atas. Ketika dia mengusap dadanya yang padat
dengan sabun, kemudian
membersihkan selangkangannya
dengan gerakan tangan naik-turun
lalu menggosok pantatnya yang
seksi, kami benar-benar terangsang. Bu Darwin tidak mungkin atau kecil
kemungkinan untuk menoleh ke
atas, karena dengan ukuran kamar
mandi yang kecil kalau dia
memandang ke depan sudut
pandangnya maksimal hanya sampai ke dinding tembok tidak mencapai
ke langit-langit yang tinggi. Kecuali
kalau ada sesuatu dari atas yang
jatuh atau kalau kami lagi sial dan
tiba-tiba dia menoleh ke atas, itu
resiko kami. Selanjutnya kami pulang untuk bersiap berangkat ke sekolah
masing-masing. Kami mengulangi pengintipan kami
saat sore dan pagi sampai selama 5
hari. Berikutnya hari ke-6 kami
"habis", kami kepergok. Sore itu,
demi Tuhan yang ada di sorga, entah
dari mana asalnya tiba-tiba aku bersin, bahkan sampai dua kali. Ibu
Darwin menoleh ke atas dan melihat
lubang kami, dia menjerit. Dengan
cepat kami menutup lubang-lubang
tersebut dan langsung turun untuk
melarikan diri. Kemudian aku berpikir, hei kenapa melarikan diri?
suami Ibu Darwin tidak ada, jadi
kenapa takut? Kami nekat
mendatangi rumahnya lalu
mendapati Ibu Darwin yang masih
basah buru-buru hendak keluar dari rumah. Kami bertemu di pintu depan
rumahnya. "Ada apa Ibu Darwin kok masih
basah?" aku berpura-pura.
"Andre, ada orang yang mengintip
saya di kamar mandi. Dia ngintip dari
atas."
Aku dan temanku saling berpandangan.
"Haah, jadi kalian yang mengintip
saya, kurang ajar."
"Plaak!" Ibu Darwin menamparku. Buru-buru temanku menyela, "Maaf
Bu, soalnya Ibu cantik, seksi lagi,
kami jadi penasaran, dan
sebenarnya ini semua ide Andre,
maafkan kami."
Sepintas kulihat senyum di bibir Ibu Darwin yang merah. Lalu temanku
dengan santai ngeloyor pergi.
"Benar Bu, ini tangung jawab saya,
maafkan saya, saya, ehh.."
Dengan nada rendah, "Sudah Andre,
sekarang kamu pergi saja, saya muak melihat kamu." Empat hari berikutnya aku nekat
mendatangi Ibu Darwin yang sedang
bergurau di teras dengan Wanda.
"Wanda, masuk ke kamarmu Ibu
mau bicara berdua dengan Kak
Andre, ada perlu apa Andre?" Aku tidak merasa takut sedikitpun tapi
lidah ini terasa beku dan tak bisa
bergerak, tak tahu mau mulai dari
mana. Lalu hanya ibu itu yang bicara
mengenai apa saja. Aku hanya
mendengarkan sambil tersenyum, dan dia membalas senyumanku.
Sepertinya dia sudah melupakan
kejadian 4 hari lalu. Kemudian topik
pembicaraan beralih menyangkut
suaminya. Segera aku menimpali,
"Ibu pasti kesepian ditinggal terus oleh suami." Dia memandangku
dengan tajam, "Iya!" Lalu Ibu Darwin
terdiam lama dan tiba-tiba,
"Suami macam dia Andre, pasti
punya simpanan lain di sana. Kalau
dia pulang saya nggak dapat apa- apa, cuma si kecil dan Wanda yang
diurusin, saya enggak."
"Oooh begitu rupanya," aku
menimpali.
Gila kesempatanku nih. Lama kami terdiam dan sesekali
pandangan kami bertemu dan dia
tersenyum padaku lagi. Hari
menjelang gelap, tiba-tiba dia
memegang tanganku dan berkata,
"Andre, temanmu mana?" "Oh si Rahmat, saya akan bertemu
dengan dia besok siang, kenapa
Bu?"
"Kalian kan sudah melihat Ibu di
kamar mandi, sekarang giliran Ibu
harus melihat kalian." Aku tersentak kaget bagai seorang
yang baru saja tahu kalau dia
kecopetan. "Besok siang kalau kalian sempat,
Ibu tunggu di rumah ya, Wanda
masuk siang dan baru pulang jam 6
sore."
Lalu Ibu Darwin melepaskan
genggamannya dan segera masuk ke dalam rumah sambil tersenyum.
Dengan perasaan kaget bercampur
bingung aku pergi ke rumah Rahmat
dan menceritakan semua apa yang
baru saja terjadi. Siang itu pukul 11.00 aku bolos
sekolah dan bertemu rahmat yang
juga bolos, di warung.
"Kita berangkat sekarang Ndre, aku
sudah nggak tahan nih."
"Boleh, ayo!" Kami langsung menuju rumah Bu
Darwin, sepi, tapi pintu tak terkunci,
kami berdua langsung masuk dan
menguncinya dari dalam.
"Eh.. jadi juga kalian datang."
Kulihat Ibu Darwin berpakaian rapi. "Ibu Darwin mau kemana?"
"Hei, jangan panggil Ibu Darwin,
panggil Lisa saja, itu nama saya. Oh,
kalau kalian tadi nggak datang
dalam 15 menit saya mau pergi jalan-
jalan ke mall dengan si kecil." Dari sini rasa hormat hormatku
kepada tetanggaku ini mulai hilang. Aku mulai berubah jahat dan aku
mulai bertanya dalam hati, dimana
Pak Darwin sekarang? Apa yang
beliau pikirkan atau lakukan
sekarang? Beliau memberiku
kepercayaan tetapi lihat, setan dalam diriku telah menguasaiku 100%.
Kalau pun apa yang kami
bayangkan tidak terjadi atau Ibu
Darwin membohongi kami, kami
akan terus maju, kami akan
memaksanya. Dan ternyata benar, pikiran jahatku hilang..berubah
menjadi panik. Aku melihat mobil
ayahku, yang adalah seorang
perwira menengah TNI datang. Dan
ayahku membawa serta seorang
anak buahnya yang tinggi besar, Provost mungkin, dan mereka
menuju kemari ke arah kami. Gawat! "Hei, ternyata Ibu menipu kami, ini
lebih menyakitkan dari apa yang
kami lakukan terhadap Ibu!"
"Andre, saya ingin sifat kamu
berubah, kamu sudah tidak kecil
lagi.." kami tidak menggubrisnya lagi, kami berlari dan lompat lewat
pintu belakang, kabur. Sempat kudengar ayahku berteriak,
"Andre jangan lari, ayah hanya ingin
menyiksamu! Kembali kau,
pengecut!" Aku mendegar kata terakhir ini.
Sambil berlari, aku sedih dan
kecewa, seluruh tubuhku ini terasa
lemas. Kami lari tanpa tujuan. Sesampai di
persimpangan jalan besar, temanku
mulai bicara, "Andre, aku sudah
tidak punya waktu lagi dengan
segala kegilaan kita ini, kejadian
barusan sudah cukup bagiku, 4 bulan lagi kita Ebtanas, aku punya
rencana panjang setelah aku lulus
nanti, aku tidak ingin gagal, aku
ingin kita sukses!" Aku terbelalak
kaget seperti orang yang
menemukan uang 1 juta di jalan. Kami terdiam dan aku hanya
memandang ke bawah dan mulai
merenung dan berpikir, keras sekali.
Tidak kusangka, temanku ini punya
semangat baja dan pantang
menyerah, semangatku mulai bangkit dan pikiranku terasa
bergerak ke satu arah, tobat.
"Thanks Mat, aku bangga punya
teman seperti kamu, aku tahu
sekarang waktunya kita berubah.
Masa remaja telah berlalu dan aku juga tidak ingin gagal." "Andre, saatnya telah tiba bagi kita
dan.."
"Rahmat, aku setuju denganmu dan
sebaiknya kita berpisah sekarang
dan kita ketemu saat kita lulus nanti,
oke man?" "Oke, boss.." Kami saling pandang lalu seperti ada
yang menggerakkan dalam diri
kami, sambil tertawa masam kami
berangkulan singkat sekali, kami
berpisah. Kulihat dia berlari menuju
terminal untuk pulang ke rumah. Lalu aku berbalik arah menuju
rumah namun tiba-tiba aku berbelok
arah menuju warung yang sering
aku dan Rahmat datangi. Di warung
itu kembali aku merenung dan
memikirkan semua yang telah aku lakukan selama SMA, aku melamun,
kemudian terdengar suara kecil dari
dalam pikiranku dan sepertinya
berkata, "Satu kali lagi, Andre, satu
kali lagi Andre, satu kali lagi Andre.."
terus berulang-berulang. Aku terbangun dari lamunan, oke kalau
begitu. Kemudian, buru-buru aku pulang ke
rumah, dan kebetulan ayahku sudah
tidak ada di situ lagi, aku langsung
masuk masuk ke kamar, mengganti
baju lalu mengambil semua
simpanan uangku, dan terakhir mengambil semua perlengkapan
naik gunungku. Yap, Aku
memutuskan akan naik gunung
untuk yang terakhir kalinya
sendirian. Kemudian, ibuku
berusaha untuk mencegahku dan mengatakan kalau ayahku
mencariku. "Ibu, katakan pada Ayah
kalau aku akan kembali." Ibuku
menangis sejadi-jadinya, tetapi aku
tetap pergi. Dan sementara aku
keluar dari rumah aku berpapasan dengan Ibu Darwin. Dia memegang
tanganku, "Andre, kamu mau
kemana, apa yang akan kamu
lakukan, Andre, jangan minggat,
saya.." aku tidak menggubrisnya.
Aku pergi menuju terminal, aku cabut. Selama 3 hari aku berjalan mendaki
gunung itu sampai ke puncak lalu
berjalan turun ke utara. Satu malam
aku terjebak hujan di tengah
perjalanan turun. Sepi, tidak ada satu
nafas manusia pun kecuali aku. Sekarang aku telah sampai di bawah,
terminal bus Ngawi pukul 09.00
malam, hari Minggu. Aku pulang.
Sesampai di rumah ternyata ayah
dan ibuku telah menunggu. Tanpa
sepatah kata mereka merangkulku. Lalu kami semua tidur. Besok
paginya aku berangkat ke sekolah,
kali ini aku diberi kepercayaan oleh
ayahku membawa mobilnya.
Sebelum pergi, aku sempat berbicara
serius dengan Ibu Darwin dan dia memberiku surat. Dalam perjalanan
ke sekolah aku memaksakan untuk
membaca surat itu, isinya ternyata
sebuah permintaan maaf,
pernyataan pribadi terhadapku, dan
sebuah perjanjian..yang sangat penting. Tiga bulan berlalu, aku lulus dari SMA
dengan nilai terbaik, mereka bilang
kalau aku termasuk dalam 10 besar
terbaik tingkat nasional dan aku
tidak percaya. Setelah itu aku
bertekad untuk melanjutkan karier ayahku, aku sudah puas sekaligus
bosan dengan pendidikan formal
dan aku tidak akan membuang
waktuku percuma hanya untuk
kuliah, sekarang waktunya untuk
sesuatu yang lain. Aku mendaftar akademi tentara, syukur ternyata
aku lolos ujian lokal. Waktu berjalan cepat, tiba saatnya
kini aku harus berpisah dengan
orang tuaku. Tapi sebelum itu, pada
suatu malam pukul 19.00, aku
menelepon Ibu Darwin dan dia
menyuruhku untuk datang ke rumahnya pada pukul 22.00. Selama
3 jam aku menunggu di rumah aku
benar-benar tidak tahan, serasa 3
tahun lamanya. Waktunya tiba,
belum, pada pukul 21.20 aku nekat
ke rumah Ibu Darwin, lewat pintu belakang tentunya. Waktu itu kedua
putrinya sudah tidur di kamarnya
masing-masing, mungkin, harus.
Aku langsung menuju kamar Ibu
Darwin yang berada di samping
belakang rumah. Aku mengetok 2 kali, "Masuk Andre, kami sudah
menunggumu." Aku tersentak kaget
seperti orang tertimpa tangga
dengan tiba-tiba, "Hah, kamu siapa?"
aku membuka pintu kamar itu
dengan cepat. Kamar itu terang, jadi aku dapat melihat jelas Ibu Darwin
yang tergolek di ranjang, dia
memakai daster mini warna hitam,
kontras dengan warna kulitnya yang
putih. Lekuk-lekuk tubuhnya
tergambar jelas ketika dia memiringkan badan sambil
menyangga kepala dengan
tangannya. Ibu Darwin memang perempuan
sejati, dia begitu cantik. Tapi aku
begitu kaget untuk yang kedua
kalinya ketika melihat pemuda yang
berdiri di samping ranjang, Rahmat!
Sambil tertawa aku tersedak, "Rahmat! Jadi, jadi, perjanjian ini juga
berlaku buat kamu?"
"Hehehe, benar Andre, tapi kamu
tenang saja, aku dan Ibu Darwin
belum mulai kok, kami menunggu
kamu." Akhirnya Aku dan Rahmat tertawa
bersama. "Eh sst, kalian ini kenapa? Tunggu
apa lagi? Saya sudah tidak tahan
lagi."
"Hehehe.. sama," kami menimpali.
Dengan masih berpakaian lengkap
aku menerkam Ibu Darwin dan menindihnya. Kulumat habis bibirnya
sambil kuremas-remas dadanya
yang kecil padat dan dia memelukku
dengan erat. Sementara itu Rahmat
dengan pelan menelanjangi dirinya
sendiri. Setelah beberapa menit kami bercumbu, Rahmat naik ke ranjang
dan mengangkangi Ibu Darwin di
kepalanya, lalu Rahmat
menyerahkan rudalnya yang baru
setengah berdiri itu ke mulut Ibu
Darwin dan perempuan itu melahapnya. Aku sendiri langsung
menuju bagian bawah pinggang Ibu
Darwin, kutarik celana dalamnya dan
kujilati pahanya yang empuk, lalu
menurun sampai ke pangkal paha.
Dari sini aku mencium bau aneh, sembab. Tapi aku tidak
memperdulikannya, aku mengamati
belahan daging lembut yang
berwarna coklat kemerahan yang
sudah basah itu. Aku mulai
menciuminya, kusibakkan bulu-bulu halus di sekitarnya lalu kujilati area
kewanitaan itu, dan anu-ku sudah
tidak terkontrol lagi bentuknya. Beberapa saat kemudian Rahmat
sudah tidak tahan dengan perlakuan
Ibu Darwin, perempuan itu benar-
benar kuat mengoral Rahmat selama
itu, kini Rahmat meledak, dia
semprotkan seluruh spermanya ke mulut dan wajah Ibu Darwin. "Oh..
oh.. ssh, ayo keluarkan semua Mat..
ayo, oh.." Kini wajah Ibu Darwin
penuh dengan lelehan sperma
Rahmat, Rahmat rebah di sisi kiri Ibu
Darwin sambil tersenyum. Sementara itu aku masih menjilati vagina Ibu
Darwin dengan rakus. "Eeeh.. mmh,
Andree aahk.. ooh.." sambil menjilat
kulihat wajah Ibu Darwin sedang
dibersihkan dengan selimut oleh
Rahmat. "Rahmat, kamu jangan kecewakan saya. Buktikan kalau
kamu perkasa, ayo bangun lagi
ayoo!" sambil tangannya mengocok
dan memainkan rudal si Rahmat. Setelah puas bahkan bosan menjilat,
aku merebahkan diri di sisi kanan
Ibu Darwin. Tanpa kuperintah Ibu
Darwin mengerti maksudku, dia
bergerak menuju ke bawah, melepas
celana jeansku dan celana dalamku, lalu mengulum dan menhisap benda
yang ada di baliknya. Aku benar-
benar melayang seraya tanganku
memeras rambutnya. "Aduuh Ibu
Darwin, anda hebat sekali ooh."
Setelah beberapa saat lamanya kemudian, penisku mulai
bertingkah, kurasakan seperti suatu
cairan di dalamnya akan segera
keluar. Aku terbangun dari posisi
rebah, dan berlutut di ranjang.
Sementara Ibu Darwin masih menelan dan mongocok penisku
dengan mulutnya, lalu kupegang
erat kepalanya dengan kedua
tanganku sementara Ibu Darwin
melingkarkan tangannya di
pantatku. Lalu kubenamkan seluruh batang penisku ke mulutnya dan
akhirnya.. "Oooh, aduuh uhhs, Ibu
Darwiin anda, anda.. hebat.."
spermaku keluar bagai air bah, dan
membanjiri mulut dan rongga
tenggorokan Ibu Darwin. Kulihat Ibu Darwin dengan terpejam
menelan semua spermaku tanpa
sisa. Membuatku jadi jijik melihatnya.
Aku melepaskan cengkeraman
tanganku di kepalanya dan kembali
rebah di ranjang. Lalu Ibu Darwin pergi ke kamar mandi yang ada di
dalam kamar itu juga dan
membersihkan diri. Waktu itu pukul
23.45. Begitulah, kami meneruskan
pesta kami sampai puas. Kami
melakukan semua gerakan, posisi dan teknik dari semua imajinasi
kami. Benar-benar tanpa batas. Sampai menjelang pukul 06.00 pagi
hari Minggu, ketika 2 putri Ibu
Darwin bangun, khususnya si
Wanda, kami mengunci diri di kamar
tersebut sambil membersihkan diri,
mandi. Kira-kira pukul 07.30, paman mereka, adik Pak Darwin datang dan
menjemput keduanya, si kecil dan
Wanda, tamasya ke luar kota.
Hebatnya, ibu mereka tidak ikut serta
dengan mereka walaupun dia
merasa berat. Ibu Darwin ternyata menepati perjanjiannya dengan kami
untuk selama 2 hari melayani nafsu
kotor kami. Akhirnya kami
melakukannya lagi dimanapun dan
kapanpun kami suka. Ibu Darwin
benar-benar adalah perempuan yang kuat meskipun tak sekuat kami
tentunya. Dia membuktikannya
dengan melayani kami secara
bergantian dari mulai pagi hingga
malam hari. Seperti pada sekitar pukul 13.00, 1
jam seteleh dia senggama dengan
Rahmat dia menuju ke dapur dan
makan, lalu mandi. Tepat pada saat
itu nafsu birahiku mulai bangkit dan
kuputuskan untuk melampiaskannya di kamar mandi.
Kuketok pintu kamar mandi, dengan
tanpa bertanya pintu langsung
dibukanya. Kulihat pemandangan
yang indah, Ibu Darwin berdiri
dengan kondisi persis seperti Hawa saat dia baru diciptakan, telanjang
bulat.
"Oh kamu Andre, kenapa? minta
lagi? kalian ini memang perkasa, tapi
saya masih lelah. Kamu bisa tunggu
1 jam lagi nggak?" "Haa? 1 jam? Nggak, aku maunya
sekarang."
Lalu kuremas pantat Ibu Darwin dan
mulai kusapukan lidahku ke liang
peranakannya. Ibu Darwin hanya
bisa mendesah dan mulai bereaksi menyandarkan dirinya ke dinding
kamar mandi.
"Auuh, ooh, sshaa.. lebih cepat
Andre, lebih cepat, ookh.."
Aku puas menikmati vagina Ibu
Darwin yang masih berbau harum sabun. Lalu sambil berdiri kudorong Ibu
Darwin untuk berlutut dan
menghisap kemaluanku. Dan Ibu
Darwin melayaniku dengan baik, dia
menghisap penisku dengan gerakan
cepat kelihatan seperti rakus. Setelah hampir setengah jam menghisap,
dengan masih menelan penisku tiba-
tiba dia berhenti. "Eeemmh, oockh,"
Ibu Darwin baru saja meminum
semua spermaku yang kutembak
dalam mulutnya. Kemudian Ibu Darwin membalikkan dirinya
membelakangiku, sambil masih
berdiri dia membungkuk. Lalu
kupeluk dia dan kutelusupkan
penisku yang sudah tegang itu dari
belakang. Kami berdua menikmatinya dengan santai. Kami
bahkan bercerita dan tertawa sambil
aku tetap mengocoknya dari
belakang. Dan saat yang paling
nikmat tiba, Ibu Darwin mulai
merintih tegang dan aku mulai merasakan kontraksi dalam penisku.
"Oh oh oh oh, Andree, eehk, eehk,
eehk, saya sudah nggak kuat lagi
Andre, ssaya habiss.. oohh!"
berbarengan dengan itu spermaku
kembali keluar. Lalu kami terkulai lemas dan bersandar di dinding
sambil berangkulan. Itulah perjanjian kami dengan Ibu
Darwin yang ditulisnya di dalam
surat 3 bulan lalu. Kini kami semua
berpisah. Aku berhasil masuk tes
tingkat nasional pendidikan akademi
di Jawa Tengah, Rahmat meneruskan pendidikannya di
perguruan tinggi negeri di Bandung,
dan akhirnya Pak Darwin
memboyong keluarganya pindah ke
Kalimantan. 5 tahun berlalu, kedua
orang tuaku pindah ke Sulawesi, aku ditugaskan di Jakarta ketika aku
menerima surat dari Rahmat dan
menceritakan bahwa dia akan
berangkat ke Jerman untuk
semacam pendidikan khusus. Raih
cita-citamu setinggi mungkin kawan, semoga sukses.
TAMAT


Cerita Lainnya : Merengkuh Kenikmatan



PELAJARAN DARI TANTE SOFI -1

Posted by at 23.05


Aku mengenal seks pada usia 18 tahun ketika masih SMA. Waktu itu, karena niatku yang ingin melanjutkan sekolah di Jakarta, aku dititipkan pada keluarga teman baik ayahku, seorang pensiunan perwira ABRI berpangkat Brigjen. Om Toto, begitu aku memanggilnya, adalah seorang purnawirawan ABRI yang cukup berpengaruh, kini ia mengelola perusahaan sendiri yang lumayan besar. Anak-anak mereka, Halmi dan Julia yang seusiaku kini ada di Amerika sejak mereka masih berumur 12 tahun. Sedangkan yang sulung, Sonny kuliah di Jogja. Istri Om Toto sendiri adalah seorang pengusaha sukses di bidang export garmen, aku memanggilnya Tante Sofi, wanita berwajah manis berumur 43 tahun dengan perawakan yang bongsor dan seksi khas ibu-ibu istri pejabat. Sejak tinggal di rumah megah itu aku seringkali ditugasi mengantar Tante Sofi, meski ada dua sopir pribadi tapi Tante Sofi lebih senang kalau aku yang mengemudikan mobilnya. Lebih aman, katanya sekali waktu.

Meski keluarga Om Toto kaya raya, tampaknya hubungan antara dia dan istrinya tak begitu harmonis. Aku sering mendengar pertengkaran-pertengkaran diantara mereka di dalam kamar tidur Om Toto, seringkali saat aku menonton televisi terdengar teriakan mereka dari ruang tengah. Sedikitpun aku tak mau peduli atas hal itu, toh ini bukan urusanku, lagi pula aku kan bukan anggota keluarga mereka. Biasanya mereka bertengkar malam hari saat keduanya sama-sama baru pulang kerja. Belakangan bahkan terdengar kabar kalau Om Toto punya beberapa wanita simpanan. "Ah untuk apa memikirkannya" benakku.

Suatu hari di bulan Oktober, Bi Surti, Siti (para pembantu), Mang Darja dan Om Edi (supir), pulang kampung mengambil jatah liburan mereka bersamaan saat Lebaran. Sementara Om Toto dan Sonny pergi berlibur ke Amrik sambil menjenguk kedua anaknya di sana. Tante Sofi masih sibuk menangani bisnisnya yang sedang naik daun, ia lebih sering tidak pulang, hingga di rumah itu tinggal aku sendiri. Perasaanku begitu merdeka, tak ada yang mengawasi atau melarangku untuk berbuat apa saja di rumah besar dan mewah itu. Mereka memintaku menunda jadwal pulang kampung yang sudah jauh hari kurencanakan, aku mengiyakan saja, toh mereka semua baik dan ramah padaku.

Malamnya aku duduk di depan televisi, namun tak satupun acara TV itu menarik perhatianku. Aku termenung sejenak memikirkan apa yang akan kuperbuat, sudah tiga hari tiga malam sejak keberangkatan Om Toto, Tante Sofi tak tampak pulang ke rumah. Maklumlah bisnisnya level tingkat internasional, jadi tak heran kalau mungkin saja hari ini ia ada di Hongkong, Singapore atau di mana saja. Saat sedang melamun aku melirik ke arah lemari besar di samping pesawat TV layar super lebar itu. Mataku tertuju pada rak piringan VCD yang ada di sana. Segera kubuka sambil memilih film-film bagus. Namun yang paling membuat aku menelan ludah adalah sebuah flm dengan cover depan wanita telanjang. Tak kulihat pasti judulnya namun langsung kupasang dan.., "wow!" batinku kegirangan begitu melihat adegannya yang wah. Seorang lelaki berwajah hispanik sedang menggauli dua perempuan sekaligus dengan beragam gaya.

Sesaat kemudian aku sudah larut dalam film itu. Penisku sudah sejak tadi mengeras seperti batu, malah saking kerasnya terasa sakit, aku sejenak melepas celana panjang dan celana dalam yang kukenakan dan menggantinya dengan celana pendek yang longgar tanpa CD. Aku duduk di sofa panjang depan TV dan kembali menikmati adegan demi adegan yang semakin membuatku gila. Malah tanganku sendiri meremas-remas batang kemaluanku yang semakin tegang dan keras. Tampak penis besarku sampai menyembul ke atas melewati pinggang celana pendek yang kupakai. Cairan kentalpun sudah terasa mengalir dari sana.

Tapi belum lagi lima belas menit, karena terlalu asyik aku sampai tak menyangka Tante Sofi sudah berada di luar ruang depan sambil menekan bel. Ah, aku lupa menutup pintu gerbang depan hingga Tante Sofi bisa sampai di situ tanpa sepengetahuanku, untung pintu depan terkunci. Aku masih punya kesempatan mematikan power off VCD Player itu, dan tentunya sedikit mengatur nafas yang masih tegang ini agar sedikit lega.

"Kamu belum tidur, Di?", sapanya begitu kubuka pintu depan.
"Belum, tante", hidungku mencium bau khas parfum Tante Sofi yang elegan.
"Udah makan?".
"Hmm.., belum sih, tante sudah makan?", aku mencoba balik bertanya.
"Belum juga tuh, tapi tante barusan dari rumah teman, trus di jalan baru mikirin makan, so tante pesan dua paket antaran di KFC, kamu mau?".
"Mau dong tante, tapi mana paketnya, belum datang kan?".
"Tuh kan, kamu pasti lagi asyik di kamar makanya nggak dengerin kalau pengantar makanannya datang sedikit lebih awal dari tante".
"oo", jawabku bego.

Tante Sofi berlalu masuk kamar, kuperhatikan ia dari belakang. Uhh, bodinya betul-betul bikin deg-degan, atau mungkin karena saya baru saja nonton BF yah?
Ayo, kita makan..", ajaknya kemudian, tiba-tiba ia muncul dari kamarnya sudah berganti pakaian dengan sebuah daster putih longgar tanpa lengan dan berdada rendah.

"Ya ampun Tante Sofi", batinku berteriak tak percaya, baru kali ini aku memperhatikan wanita itu. Kulitnya putih bersih, dengan betis yang woow, berbulu menantang pastilah punya nafsu seksual yang liar, itu kata temanku yang pengalaman seksnya tinggi. Buah dadanya tampak menyembul di balik gaun itu, apalagi saat ia melangkah di sampingku, samar-samar dari sudut mataku terlihat BH-nya yang putih.
"Uh.., apa ini gara-gara film itu?", batinku lagi. Khayalku mulai kurang ajar, memasukkan bayangan Tante Sofi ke dalam adegan film tadi.
"Hmm..", Tak sadar mulutku mengeluarkan suara itu.
"Ada apa, Di?", Tante Sofi memandangku dengan alis berkerut.
"Nngg.., nggak apa-apa tante..", Aku jadi sedikit gugup. Oh wajahnya, kenapa baru sekarang aku melihatnya begitu cantik?
"Eh.., kamu ngelamun yah, ngelamunin siapa sih? Pacar?", tanyanya.
"Nggak ah tante", dadaku berdesir sesaat pandangan mataku tertuju pada belahan dadanya.
"My god, gimana rasanya kalau tanganku sampai mendarat di permukaan buah dadanya, mengelus, merasakan kelembutan payudara itu, oohh", lamunan itu terus merayap.
"Heh, ayo.., makanmu lho, Di".
"Ba.., bbaik tante", jelas sekali aku tampak gugup.
"Nggak biasanya kamu kayak gini, Di. Mau cerita nggak sama tante".
My god, dia mau aku ceritakan apa yang aku lamunkan? Susumu tante, susumu!

Pelan-pelan sambil terus melamun sesekali berbicara padanya, akhirnya makananku habis juga. Aku kembali ke kamar dan langsung menghempaskan badanku ke tempat tidur. Masih belum lepas juga bayangan tubuh Tante Sofi. "Gila! Gila! Kenapa perempuan paruh baya itu membuatku gila", pikirku tak habis habisnya. Umurnya terpaut sangat jauh denganku, aku baru 18 tahun.., dua puluh lima tahun dibawahnya. Ah, mengapa harus kupikirkan.

Aku melangkah ke meja komputer di kamarku, mencoba melupakannya. Beberapa saat aku sudah tampak mulai tenang, perhatianku kini pada e-mail yang akan kukirim pada teman-teman netter. Aku memang hobi korespondensi via internet. Tapi mendadak pintu kamarku diketuk dari luar.
"Di.., Didi.., ini Tante", terdengar suara tante seksi eh Sofi memanggil.
"Ah..", aku beranjak bangun dari korsi itu dan membuka pintu, "Ada apa, tante?".
"Kamu bisa buatin tante kopi?".
"oo.., bisa tante".
"Tahu selera tante toh?
"Iya tante, biasanya juga saya lihat Siti", jawabku singkat dan langsung menuju ke dapur.
"Tante tunggu di ruang tengah ya, Di".
"Baik, tante".

Gelas yang kupegang itu hampir saja jatuh saat kulihat apa yang sedang disaksikan Tante Sofi di layar TV. Pelan-pelan tanganku meletakkan gelas berisi kopi itu di sebuah meja kecil di samping Tante Sofi, lalu bersiap untuk pergi meninggalkannya.
"Didi.."
"Ya.., tante".
"Kamu kalau habis pasang film seperti ini lain kali masukin lagi ke tempatnya yah".
"mm.., ma.., ma.., maaf tante.." aku tergagap, apalagi melihat Tante Sofi yang berbicara tanpa melihat ke arahku. Benar-benar aku merasa seperti maling yang tertangkap basah.
"Di..", Tante Sofi memanggil, kali ini ia memandangi, aku menundukkan muka, tak kubayangkan lagi kemolekan tubuh istri Om Toto itu. Aku benar-benar takut.
"Tante nggak bermaksud marah lho, di..", byarr hatiku lega lagi.
"Sekarang kalau kamu mau nonton, ya sudah sama-sama aja di sini, toh sudah waktunya kamu belajar tentang ini, biar nggak kuper", ajaknya.
"Woow..", kepalaku secepat kilat kembali membayangkan tubuhnya. Aku duduk di sofa sebelah tempatnya. Mataku lebih sering melirik tubuh Tante Sofi daripada film itu.
"Kamu kan sudah 18 tahun, Di. Ya nggak ada salahnya kalau nonton beginian. Lagipula tante kan nggak biasa lho nonton yang beginian sendiri..".

Apa kalimat itu berarti undangan? Atau kupingku yang salah dengar? Oh my god Tante Sofi mengangkat sebelah tangannya dan menyandarkan lengannya di sofa itu. Dari celah gaun di bawah ketiaknya terlihat jelas bukit payudaranya yang masih berlapis BH. Ukurannya benar-benar membuatku menelan ludah. Posisi duduknya berubah, kakinya disilangkan hingga daster itu sedikit tersingkap. Woow, betis dengan bulu-bulu halus itu. Hmm, Wanita 40-an itu benar-benar menantang, wajah dan tubuhnya mirip sekali dengan pengusaha Dewi Motik, hanya Tante Sofi kelihatan sedikit lebih muda, bibirnya lebih sensual dan hidungnya lebih mancung. Aku tak mengerti kenapa perempuan paruhbaya ini begitu tampak mempesona di mataku. Tapi mungkinkah..? Tidak, dia adalah istri Om Toto, orang yang belakangan ini sangat memperhatikanku. Aku di sini untuk belajar.., atas biaya mereka.., ah persetan!

Tante Sofi mendadak mematikan VCD Player dan memindahkannya ke sebuah TV swasta.
"Lho.. kok?".
"Ah tante bosan ngeliatin itu terus, Di..".
"Tapi kan..".
"Sudah kalau mau kamu pasang aja sendiri di kamar..", wajahnya masih biasa saja.
"Eh, ngomong-ngomong, kamu sudah hampir setahun di sini yah?".
"Iya tante..".
"Sudah punya pacar?", ia beranjak meminum kopi yang kubuatkan untuknya.
"Belum", mataku melirik ke arah belahan daster itu, tampaknya ada celah yang cukup untuk melihat payudara besarnya. Tak sadar penisku mulai berdiri.
"Kamu nggak nyari gitu?", ia mulai melirik sesekali ke arahku sambil tersenyum.
"Alamaak, senyumnya.., oh singkapan daster bagian bawah itu, uh Tante Sofi.., pahamu", teriak batinku saat tangannya tanpa sengaja menyingkap belahan gaun di bagian bawah itu. Sengaja atau tidak sih?

"Eeh Di.kamu ngeliatin apaan sih?".
Blarr.., mungkin ia tahu kalau aku sedang berkonsentrasi memandang satu persatu bagian tubuhnya, "Nnggak kok tante nggak ngeliat apa-apa".
"Lho mata kamu kayaknya mandangin tante terus? Apa ada yang salah sama tante, Di?", ya ampun dia tahu kalau aku sedang asyik memandanginya.
"Eh.., mm.., anu tante.., aa.., aanu.., tante.., tante", kerongkonganku seperti tercekat.
"Anu apa.., ah kamu ini ada-ada saja, kenapa..", matanya semakin terarah pada selangkanganku, bangsat aku lupa pakai celana dalam. Pantas Tante Sofi tahu kalau penisku tegang.
"Ta.., ta.., tante cantik sekali..", aku tak dapat lagi mengontrol kata-kataku. Dan astaga, bukannya marah, Tante Sofi malah mendekati aku.
"Apa.., tante nggak salah dengar?", katanya setengah berbisik.
"Bener kok tante..".
"Tante yang seumur ini kamu bilang cantik, ah bisa aja. Atau kamu mau sesuatu dari tante?" ia memegang pundakku, terasa begitu hangat dan duh gusti buah dada yang sejak tadi kuperhatihan itu kini hanya beberapa sentimeter saja dari wajahku. Apa aku akan dapat menyentuhnya, come on man! Dia istri Om Toto batinku berkata.

Tangannya masih berada di pundakku sebelah kiri, aku masih tak bergeming. Tertunduk malu tanpa bisa mengendalikan pikiranku yang berkecamuk. Harum semerbak parfumnya semakin menggoda nafsuku untuk berbuat sesuatu. Kuberanikan mataku melirik lebih jelas ke arah belahan kain daster berbunga itu. Wow.., sepintas kulihat bukit di selangkangannya yang ahh, kembali aku menelan ludah.

"Kamu belum jawab pertanyaan tante lho, Di. Atau kamu mau tante jawab sendiri pertanyaan ini?".
"Nggak kok tante, ss.., ss.., saya jujur kalau tante memang cantik, eh.., mm.., menarik".
"Kamu belum pernah kenal cewek yah".
"Belum, tante".
"Kalau tante kasih pelajaran gimana?".
Ini dia yang aku tunggu, ah persetan dia istri Om Toto. Anggap saja ini pembalasan Tante Sofi padanya. Dan juga.., oh aku ingin segera merasakan tubuh wanita.
"Maksud tante.., apa?", lanjutku bertanya, pandangan kami bertemu sejenak namun aku segera mengalihkan.
"Kamu kan belum pernah pacaran nih, gimana kalau kamu tante ajarin caranya nikmati wanita..".
"Ta.., tapi tante", aku masih ragu.
"Kamu takut sama Om Toto? Tenang.., yang ada di rumah ini cuman kita, lho".
"This is excellent!", teriakku dalam hati. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Batinku terus berteriak tapi badanku seperti tak dapat kugerakkan.

Beberapa saat kami berdua terdiam.
"Coba sini tangan kamu", aku memberikan tanganku padanya, my goodness tangan lembut itu menyentuh telapak tanganku yang kasarnya minta ampun.
"Rupanya kamu memang belum pernah nyentuh perempuan, Di. Tante tahu kamu baru beranjak remaja dan tante ngerti tentang itu", Berkata begitu sambil mengelus punggung tanganku, aku merinding dibuatnya, sementara di bawah, penisku yang sejak tadi sudah tegang itu mulai mengeluarkan cairan hingga menampakkan titik basah tepat di permukaan celana pendek itu.
"Tante ngerti kamu terangsang sama film itu. Tapi tante perhatiin belakangan ini kamu sering diam-diam memandangi tubuh tante, benar kan?", ia seperti menyergapku dalam sebuah perangkap, tangannya terus mengelus punggung telapak tanganku. Aku benar-benar merasa seperti maling yang tertangkap basah, tak sepatah kata lagi yang bisa kuucapkan.
"Kamu kepingin pegang dada tante kan?".

Daarr! Dadaku seperti pecah.., mukaku mulai memerah. Aku sampai lupa di bawah sana adik kecilku mulai melembek turun. Dengan segala sisa tenaga aku beranikan diri membalas pandangannya, memaksa diriku mengikuti senyum Tante Sofi.Dan.., astaga.., Tante Sofi menuntun telapak tanganku ke arah payudaranya yang menggelembung besar itu.
"Ta.., ta.., tante.., oohh", suara itu keluar begitu saja, dan Tante Sofi hanya melihat tingkahku sambil tersenyum. Adikku bangun lagi dan langsung seperti ingin meloncat keluar dari celana dalamku. Istri Om Toto itu melotot ke arah selangkanganku.
"Waawww.., besar sekali punya kamu Di?", serunya lalu secepat kilat tangannya menggenggam kemaluanku kemudian mengelus-elusnya. Secara reflek tanganku yang tadinya malu-malu dan terlebih dulu berada di permukaan buah dadanya bergerak meremas dengan sangat kuat sampai menimbulkan desah dari mulutnya.
"aahh.., mm remas sayang oohh".

Masih tak percaya akan semua itu, aku membalikkan badan ke arahnya dan mulai menggerakkan tangan kiriku. Aku semakin berani, kupandangi wajah istri Om Toto itu dengan seksama.
"Teruskan, Di.., buka baju tante", permpuan itu mengangguk pelan. Matanya berbinar saat melihat kemaluanku tersembul dari celah celana pendek itu. Kancing dasternya kulepas satu persatu, bagian dadanya terbuka lebar. Masih dengan tangan gemetar aku meraih kedua buah dada yang berlapis BH putih itu. Perlahan-lahan aku mulai meremasnya dengan lembut, kedua telapak tanganku kususupkan melewati BH-nya.
"mm.., tante..", aku menggumam merasakan kelembutan buah dada besar Tante Sofi yang selama sebulan terakhir ini hanya jadi impianku saja. Jari jemariku terasa begitu nyaman, membelai lembut daging kenyal itu, aku memilin puting susunya yang begitu lembutnya.

Bersambung . . .
© JURAGAN CERITA SEX is powered by Blogger - Template designed by Stramaxon - Best SEO Template