Comments

Pages

Minggu, 12 Mei 2013

Bude Halimah Teman Ibuku

Posted by at 10.50 Read our previous post


TANPA gairah Roni mengeluarkan sepeda motor dari ruang tamu. Setelah

yakin kondisi oli mesin pada motornya masih cukup bagus, distater dan

dijalankannya mesin kendaraan yang dari segi mode sudah agak

ketinggalan jaman. Bunyinya berderum cukup keras, maklum motor anak

muda.

"Sudah siap Ron? Bude Imah udah nungguin nih. Takut pulangnya kemalaman

dan kehujanan di jalan," suara ibunya terdengar dari ruang dalam

rumahnya.

"Uh bawel amat sih. Orang baru mau manasin mesin kok," gerutu Roni

membathin.

Gara-gara Pak Nardi (tetangganya) diam-diam kawin lagi, Roni memang

jadi ikutan repot. Sebabnya, Bu Halimah istri Pak Nardi berteman akrab

dengan ibunya. Dan Bude Imah (demikian Roni biasa memanggil Bu Halimah)

atas masalahnya yang dihadapinya selalu curhat kepada ibunya yang juga

ditinggal suami yang kawin lagi. Hingga saat Bude Halimah memutuskan

untuk meminta bantuan dukun guna mengembalikan suaminya, atas

permintaan ibunya Roni yang diminta untuk selalu mengantarnya.

Sang dukun yang tinggal di desa terpencil, kendati masih satu wilayah

kabupaten, jaraknya dari rumah Roni lebih dari 50 kilometer. Tetapi

bukan karena faktor jarak dan kondisi buruk jalan ke arah sana yang

membuat Roni enggan mengantar Bu Halimah. Apalagi wanita itu selalu

mengajaknya makan dan memberikan sejumlah uang setiap Roni sehabis

mengantar.

Namun masalahnya, sudah tiga kali datang ke dukun tersebut belum ada

tanda-tanda Pak Nardi akan kembali. Bahkan seperti yang diceritakan Bu

Halimah pada ibunya, ulah Pak Nardi kian nekad. Seluruh pakaiannya

telah dibawa ke rumah janda yang menjadi istri mudanya. Karenanya Roni

merasa, dukun itu hanya mengakali Bu Halimah yang gampang memberi uang

sampai ratusan ribu rupiah sekali datang dengan dalih untuk membeli

berbagai persyaratan dan sesaji.

"Nak Roni pasti bosan ya harus ngantar-ngantar bude seperti ini," kata

Bu Halimah ketika mereka berhenti makan di warung sate langganan dalam

perjalanan ke rumah sang dukun.

"Ee.. enggak Bude. Nggak apa-apa kok," ujar Roni yang terpaksa berhenti

menikmati dua tusuk sate terakhir yang tersisa di piringnya.

Sepuluh tusuk sate di piring Bu Halimah tampak telah tandas tanpa sisa.

Tetapi Roni yakin wanita itu tidak menikmati makanannya. Karena

ekspresi wajahnya terlihat masygul dan tatap matanya terlihat kosong.

Pasti ia sangat tertekan gara-gara ulah suaminya. Melihat itu Roni

menggeser duduknya, merapat ke dekat Bu Halimah. Diraihnya tangan

wanita itu dan digeganggamnya dengan lembut. "Roni siap mengantar ke

manapun Bude mau pergi. Bude tidak usah ragu," kata Roni mencoba

meyakinkan.

Cukup lama Roni menggenggam dan meremas tangan Bu Halimah. Bahkan

seperti seorang kekasih yang tengah menenangkan pasangannya yang tengah

merajuk, Roni melakukan itu sambil menatapi wajah Bu Halimah. Menatapi

hidungnya yang bangir, matanya yang teduh dan bibirnya yang merah

merekah.

Roni baru menyadari pakaian yang dikenakan wanita itu berbeda dari

biasanya. Dibalik jaket tipis warna hitam yang dilepasnya, Bude Halimah

hanya mengenakan T shirt warna krem dipadu dengan celana panjang warna

hitam. Biasanya ia selalu mengenakan rok terusan panjang yang longgar.

Ketatnya bentuk kaos dari bahan agak tipis yang dikenakan, membuat

bentuk tubuhnya seperti tercetak sempurna.

Di balik kaos tipis itu, sepasang buah dadanya yang berukuran besar

nampak membusung dan kutang warna hitam yang dipakainya terlihat

membayang. Serasi dengan perawakannya yang tinggi besar. Ke bagian

menggunung itulah Roni berkali-kali mencuri pandang. Juga ke leher

jenjangnya yang putih seksi meski sudah ada kerutan karena usianya.

Kendati usianya memasuki kepala lima, Bu Halimah belum kehilangan

pesonanya. Karena itulah Roni sering mencuri-curi pandang menatapi

keindahan pinggul dan pantat besarnya serta tonjolan buah dadanya

ketika wanita itu cuma mengenakan kaos oblong dan celana training ketat

saat hendak berangkat dan sepulang senam dengan ibunya.

Saat telanjang, bentuk tubuhnya pasti jauh lebih merangsang, demikian

Roni selalu membathin setiap melihat wanita itu habis bersenam.

Karenanya Bu Halimah selalu menjadi wanita favorit yang dihadirkan

dalam angan-angannya saat beronani. Sambil mengocok sendiri kontolnya

untuk menyalurkan hasrat biologisnya, Roni memang selalu membayangkan

nikmatnya dada besar dan memek Bu Halimah bila disetubuhi. Makanya ia

tidak habis pikir dengan tindakan Pak Nardi yang jatuh ke pelukan

wanita lain.

Diperlakukan sedemikian rupa oleh Roni, Bu Halimah sebenarnya sangat

senang dan tersanjung karena ada laki-laki muda yang memberinya

perhatian. Hanya seorang wanita pengunjung warung yang lain,

menatapinya dengan tatapan aneh hingga Bu Halimah segera menarik

tangannya dari genggaman dan belaian Roni. "Satenya tidak dihabiskan

Nak Roni? Kalau tidak yuk kita berangkat. Nanti kemalaman di jalan,"

ujarnya.

Kunjungan keempat ke rumah sang dukun ternyata sia-sia. Sang dukun

ternyata tidak berada di tempat. Kata istrinya, ia tengah ke Jakarta

untuk mengobati pasien selama sepekan. Maka diputuskan untuk pulang

secepatnya karena mendung di langit mulai menggantung dan cukup tebal.

Bu Halimah nampak kecewa.

Dalam perjalanan pulang, baru beberapa kilometer dari tempat tinggal

sang dukun, hujan mengguyur deras. Air seperti tercurah dari langit.

Saat itu, Roni dan Bu Halimah yang berboncengan sepeda motor tengah

berada di posisi jalan sebuah kawasan hutan. Hingga tidak memungkinkan

bagi keduanya mencari tempat berteduh.

Dalam terpaan derasnya air hujan dan hawa dingin yang menusuk, Roni

yang mengenakan jaket kulit tebal tak kelewat terpengaruh oleh cuaca

tersebut. Roni hanya merasakan dingin di bagian pinggang ke bawah.

Karena celana jins yang dikenakan basah kuyup oleh hujan.

Tetapi tidak bagi Bu Halimah. Ia memang memakai jaket. Namun jaket yang

dipakainya dari bahan kain yang kelewat tipis hingga air hujan langsung

meresap menembus ke semua lapis pakaian yang dikenakannya. Termasuk ke

kutang dan celana dalamnya. Karena dingin yang dirasakan ia yang

tadinya membonceng agak merenggang, mulai merapat ke depan menempel ke

tubuh Roni. Bahkan kedua tangannya akhirnya melingkar, memeluk tubuh

pria muda anak teman baiknya tersebut kendati agak canggung.

Perubahan posisi yang dilakukan Bu Halimah dalam membonceng sepeda

motornya, diyakini Roni dilakukan wanita itu untuk mengurangi dingin

akibat hujan. Namun yang membuatnya risih dan kurang berkonsentrasi

dalam mengemudi, ia merasakan buah dada Bu Halimah jadi menempel ketat

ke punggungnya. Sepasang payudara yang ia yakin ukurannya cukup besar

itu, terasa empuk dan sesekali menekan punggungnya. Membayangkan itu,

gairah mudanya jadi terbakar.

Timbul pikiran nakal di kepala Roni. Saat tubuh Bu Halimah agak

merenggang, diinjaknya rem dengan mendadak. Seolah hendak menghindari

jalanan berlubang. Dengan begitu tubuh wanita yang diboncengnya

terdorong ke depan hingga kembali dirasakan tetek Bu Halimah menekan

punggung. Ia melakukannya berkali-kali dan berkali-kali pula tetek

besar Bu Halimah menumbuk punggungnya. Hasrat Roni jadi kian terpacu

dan fantasinya makin melambung.

Awalnya Bu Halimah mengira injakan rem dilakukan karena Roni benar-

benar tengah menghindari lubang. Namun setelah beberapa kali terjadi

dan dilihatnya jalanan yang dilalui sangat mulus, ia menjadi curiga.

Terlebih ketika ia disadarkan pada sikap Roni saat di warung yang

seperti tak lepas memadangi busungan buah dadanya. Menyadari itu, Bu

Halimah yakin Roni sengaja melakukannya agar buah dadanya merapat dan

menekan punggungnya.

Sejak lima bulan terakhir, terlebih sejak suaminya mengawini janda

muda, Pak Nardi memang sudah tidak menyentuhnya lagi. Ulah nakal Roni

membuat gairah Bu Halimah jadi terpicu. Puting teteknya mengeras

mengharap belaian dan remasan mesra. Tanpa sadar ia menggeser posisi

duduknya di boncengan sepeda motor. Maju ke depan, merapat serapat-

rapatnya ke tubuh yang memboncengkannya. Hingga buah dadanya menempel

ketat ke punggung Roni. Ia yakin pemuda anak temannya bisa merasakan

besarnya buah dada yang dimilikinya.

Seperti halnya Bu Halimah yang mulai terangsang gairahnya akibat buah

dadanya yang menggesek-gesek punggung pemuda itu, reaksi Roni malah

lebih jauh. Selama ini ia selalu membayangkan tetek Bu Halimah saat

beronani. Kini daging empuk dan kenyal itu menempel di punggungnya

hingga tak terasa kontolnya mulai mengeras di balik jins ketatnya yang

basah oleh hujan.

Hujan mengguyur kian deras dan bahkan mulai kerap ditingkahi oleh suara

guruh yang menggelegar serta kilat yang menyambar. Ketika dilihatnya

sebuah bangunan pos polisi hutan di pinggir hutan jati, Bu Halimah yang

menjadi ketakutan meminta Roni berhenti untuk berteduh. "Kita berhenti

dan numpang berteduh dulu Nak Roni. Takut ah kalau terus di jalan,"

ujarnya.

Bangunan pos polisi hutan itu kosong tanpa seorang petugas pun di

dalamnya. Ada bale besar dari kayu dengan alas tikar. Bahkan di lantai

bagian tengah bangunan ada semacam tungku dengan setumpuk kayu bakar

kering. Mungkin biasa dipakai para petugas untuk merebus air atau

menanak nasi. Sebuah tempat ideal buat berteduh di hari hujan dan cuaca

dingin karena di dalamnya bisa memanaskan diri dengan membakar kayu

dalam tungku.

Setelah mencopot jaketnya dan menggantungkannya pada paku yang menempel

pada tiang bangunan pos polisi hutan, Roni segera berusaha menyalakan

api dalam tungku. Untung ada sisa minyak tanah dalam keleng yang ada di

sudut ruang. Dengan bantuan korek Zipo-nya, api langsung menyala

membakar ranting-ranting kayu kering.

Tetapi berbeda dengan Roni yang mulai merasa nyaman dengan kehangatan

yang didapat dari posisinya yang berjongkok di depan perapian, Bu

Halimah terlihat gelisah. Ia berdiri mematung sambil bersedekap menahan

dingin. "Bude, kenapa di situ. Sini di depan tungku biar hangat,"

panggil Roni melihat wanita teman ibunya seperti menggigil kedinginan.

"Iya nih dingin banget. Eee .. Nak Roni, jaket kulitnya Bude pinjam

dulu ya. Kayaknya bagian dalamnya kering biar tubuh Bude agak hangat,"

ujar Bude Halimah.

"Oh silahkan-silahkan Bude, pakai saja," kata Roni. Bahkan dengan sigap

ia langsung berdiri mengambil jaket tersebut dan bermaksud membantu

memakaikannya.

"Nanti dulu Nak, Bude mau copot dulu semua baju ini. Soalnya celana

dalam dan kutang Bude ikut basah semua. Ta...... tapi kira-kira ada

orang ke sini nggak ya?," kata Bude Halimah lagi sambil memutarkan

pandangannya ke arah luar bangunan tersebut.

"Ah kayaknya nggak ada Bude. Nggak mungkin ada yang datang ke hutan di

tengah hujan deras begini,"

Meski agak ragu, Bu Halimah akhirnya membukai pakaiannya. Bukan hanya

jaket hitamnya yang basah. Kaos ketat warna krem yang dipakainya pun

tak kalah kuyup. Setelah Bu Halimah melepaskan jaket dan menaruhnya di

balai-balai yang ada, terpampanglah lekuk-liku tubuh wanita itu. Kaos

yang dipakainya memang kelewat basah hingga lengket ke tubuhnya. Roni

yang berdiri di belakang wanita itu berkali-kali menelan ludah karena

lekuk-liku tubuh di hadapannya menjadi seperti telanjang.

Namun yang membuat Roni kian gelagapan adalah saat setelah Bu Halimah

melepas kaos dan kutang hitamnya. Seperti yang diminta wanita itu,

seharusnya dari arah belakang Roni segera membantu mengenakan jaket

kulit yang dipegangnya. Tetapi tubuh telanjang di hadapannya kelewat

menarik untuk dilewatkan hingga Roni lupa dengan yang harus dilakukan.

Ia baru tersadar ketika Bu Halimah mengingatkannya.

"Bude kedinginan Ron, tolong jaketnya dipakaikan," ujar wanita itu. Ia

tampak menggigil kedinginan.

Tergesa Roni segera memakaikan jaket kulit miliknya. Menutupkannya ke

tubuh telanjang Bu Halimah. Namun karena kelewat tergesa, tanpa segaja

tangan Roni menyentuh tetek wanita itu. Payudara Bu Halimah yang

ukurannya cukup besar terasa empuk dan lembut. Bahkan jemari Roni

sempat pula menyentuh putingnya yang mencuat dan terasa agak keras.

"Ma.. maaf Bude, sa .. saya tidak sengaja," Roni berusaha menarik

tangannya setelah sesaat sempat menikmati kelembutan buah dada Bu

Halimah.

Tetapi anehnya, Bu Halimah seolah mencegahnya. Dipegangnya tangan Roni

dan tetap ditekankannya pada buah dadanya. Seolah memberi kesempatan

pemuda itu untuk menggerayangi teteknya. "Dingin banget ya Ron. Kamu

nggak kedinginan?"

"I.. iya Bude, sebenarnya Roni juga kedinginan," kata Roni menimpali.

Dari usaha Bu Halimah agar ia tidak melepaskan sentuhannya pada buah

dadanya dan pernyataannya soal kedinginan, Roni menebak wanita itu

membutuhkan sentuhan kehangatan. Namun ia tidak berani terlalu gegabah

mengingat perbedaan usia yang sangat jauh dan wanita itu adalah teman

dekat ibunya.

Karenanya meskipun ia sangat ingin meremasi tetek Bu Halimah yang sudah

ada dalam genggamannya, Roni tidak berani melangkah lebih jauh. Takut

dianggap kurang ajar dan berpengaruh pada hubungan baik ibunya dan Bu

Halimah.

"Tadi waktu di warung Roni ngelihatin tetek Bude terus kan? Juga

sengaja main injak rem agar tetek Bude nempel di punggung Roni kan? Kok

setelah ada di pegangan malah didiamkan? Bude sudah tua sih, jadi

teteknya udah nggak menarik bagi Roni," kata Bu Halimah lagi.

Pernyataan itu membuat Roni semakin yakin bahwa Bu Halimah mengharapkan

sentuhan kehangatan. Sekaligus mengingatkan agar Roni mengambil

insiatif melakukan sentuhan-sentuhan yang mengundang gairah. Maka

peluang itu langsung disambutnya. Tangan Roni yang semula hanya

menangkup memegangi busungan buah dada wanita itu, kini mulai berani

meremasinya. Remasan yang tidak hanya memberi kehangatan pada diri Bu

Halimah yang sudah lama tidak disentuh suaminya, juga memuaskan dahaga

Roni yang selama ini hanya bisa membayangkan kemontokan busung dada

wanita itu saat beronani.

"Sa.. saya suka banget tetek Bude. Sebenarnya saya sering

membayangkannya khususnya kalau habis lihat Bude. Saya suka

membayangkan bentuk tubuh Bude kalau telanjang, pasti sangat

merangsang," ujar Roni semakin berani.

"Masa? Kalau begitu remaslah Ron, lakukan apa saja yang kamu suka pada

tubuh Bude. Sudah lama Pak Nardi nggak menyentuh Bude sejak tergoda

janda itu," kata Bu Halimah sambil membalikkan tubuh.

Kini, yang sebelumnya cuma hanya ada di angan-angannya benar-benar

terpampang di hadapannya. Tubuh Bu Halimah yang nyaris bugil karena

hanya tersisa celana dalam warna hitam yang masih dipakainya setelah

jaket yang dipakainya dibiarkan terjatuh ada di depannya. Ah tubuh Bu

Halimah ternyata benar-benar masih sangat menawan. Lebih dari yang

kubayangkan, begitu Roni membathin.

Postur tubuh Bu Halimah yang tinggi, montok dan berisi benar-benar

menawan di mata Roni. Payudaranya besar, mengkal, meski agak turun

menyerupai buah kelapa. Pinggangnya ramping dan makin ke bawah

pinggulnya yang masih terbungkus celana dalam warna hitam makin

membesar seperti gentong besar.


Tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Roni langsung menubruk dan

memeluk tubuh telanjang teman baik ibunya itu. Dengan rakus dihisap-

hisapnya puting susu kiri Bu Halimah dengan mulutnya. Puting berwarna

coklat kehitaman itu terasa mengeras di mulut Roni setelah dihisap dan

dipermainkan dengan lidah.

Kedua tangan Roni juga meliar di tubuh montok wanita itu. Sambil terus

menghisapi tetek wanita itu, tangan kanan Roni meremasi dan memain-

mainkan buah dada Bu Halimah yang lain. Sedangkan telapak tangannya

yang sebelah kiri merayap meremasi bongkahan pantat besarnya. Bu

Halimah menggelinjang, menahan gairah yang menjadi terbangkitkan. Ia

tak menyangka, pemuda anak teman baiknya ternyata menyimpan nafsu

terpendam pada dirinya.

Bila diperhatikan seksama, sebenarnya tanda-tanda ketuaan pada Bu

Halimah sudah sangat kentara. Wanita berambut sebahu yang bertubuh

tinggi besar itu, pada bagian perutnya sudah tidak rata. Agak membusung

dan sudah ada lipatan-lipatan kecil. Namun di mata Roni, itu tanda-

tanda kematangan pada wanita dan membuatnya makin terangsang.

Puas menghisapi tetek Bu Halimah dan meremasi bongkahan pantat

besarnya, perhatian Roni mulai tertuju ke selangkangan wanita itu.

Bagian di bawah perut yang tertutup celana dalam warna hitam itu,

tampak gembung dan membusung. Bahkan terbentuk sebuah celah membujur

karena celana dalam yang menutupnya melekat rapat karena basah kuyup

akibat air hujan.

Di bagian paling peka milik wanita itulah tangan Roni kini meliar.

Diusapnya perlahan memek Bu Halimah dari bagian luar celana dalam yang

masih membungkusnya. Roni yang memang belum pernah menyentuh kemaluan

wanita, seolah ingin menikmati dan merasakan setiap inchi dari busungan

memek wanita itu. Selama ini ia hanya melihat memek wanita dewasa dari

video porno yang sering dilihatnya.

Dijalari jari-jari tangan Roni di bagian yang paling peka, Bu Halimah

kian mendesah. Terlebih bukan cuma sentuhan-sentuhan di memeknya yang

membuat gairahnya terbangkitkan. Tetapi karena pentil-pentil teteknya

juga mulai menjadi sasaran kuluman dan hisapan pemuda itu.

"Ssshhh... sshh... aaahhh...ahhhh... terus hisap tetek Bude Ron.

Aaahhh... ee.. enak banget Ron, ya... ya terus .. terus hisap,"

Bu Halimah tak mau kalah. Sambil menikmati sentuhan jemari Roni di

memeknya dan hisapan pemuda itu di pentil susunya, tangan wanita itu

merayap berusaha membuka kancing celana pemuda anak teman akrabnya.

Akhirnya, setelah Roni membantunya dengan membuka kancing celana

jinsnya dan sekaligus memelorotkannya bersama CD nya, Bu Halimah

menemukan apa yang dicari-carinya.

Tanpa melihatnya Bu Halimah tahu ukuran ****** Roni tergolong besar dan

panjang. Terlebih jika dibandingkan dengan milik suaminya. Dibelai-

belainya batang ****** Roni dan kepala penisnya yang membonggol dan

sesekali dengan gemas ia meremasnya.

Demikian pula Roni. Tak puas hanya meraba dan mengusapi memek Bu

Halimah dari luar celana dalamnya, kini jari-jarinya berusaha

menyelinap mencari celah agar bisa menyentuh kemaluan wanita yang

seusia dengan ibunyaitu. Hanya karena celana dalam warna hitam yang

dipakai Bu Halimah kelewat ketat, Roni agak kesulitan untuk

menyingkapkannya.

Akhirnya, setelah melepas kulumannya pada puting-puting susu Bu

Halimah, Roni langsung berjongkok. Celana dalam warna hitam milik

wanita ia pelorotkan melewati pinggul dan pantat besarnya hingga sebuah

pemandangan yang sangat menggairahkan terpampang di hadapannya. Di

selangkangannya, di antara kedua paha membulat Bu Halimah terlihat

memeknya yang membusung.

Roni terpana sesaat. Seperti yang selama ini ia bayangkan, memek Bu

Halimah benar-benar besar dan tembem. Ia tak menyangka bisa mendapat

kesempatan untuk melihat dan menyentuh vagina yang oleh pemiliknya

telah dipangkas habis bulu-bulunya itu.

Peris di bagian pusar dan bawah perut wanita yang sudah tidak rata lagi

itu, sudah banyak lipatan dan kerut-kerut di permukaan kulitnya.

Sedangkan di bagian bawahnya lagi, yang merupakan bagian atas dari

memek Bu Halimah terlihat membentuk semacam gundukan daging dengan

permukaan yang lebar dan tebal. Sebenarnya Roni ingin meminta Bu

Halimah membuka dan merenggangkan kakinya yang yang berdiri merapat

agar pahanya terbuka hingga ia bisa melihat seluruh bagian memeknya.

Karena dalam posisi berdiri merapatkan kaki, memek teman ibunya tidak

terlihat sampai keseluruhan lubangnya.

Seperti balita baru mendapatkan mainan baru yang menarik hatinya, Roni

mulai mengusap-usap gundukan daging yang terasa hangat di telapak

tangannya. Roni agak grogi saat mengusapi vagina Bu Halimah. Usapannya

perlahan karena ia baru pertama kali menyentuh bagian paling merangsang

pada tubuh wanita tersebut hingga Bu Halimah mengira Roni kurang

menyukainya. "Bude kan udah tua Ron, jadi memeknya udah agak peyot.

Pasti jauh merangsang di banding punya pacar Roni ya?"

"Eng... enggak Bude. Sungguh punya Bude merangsang banget. Saya sangat

suka. Saya belum punya pacar dan baru kali ini menyentuh yang seperti

ini Bude," ujar Roni.

"Masa? Kalau melihat?" Kata Bu Halimah

"Kalau di film BF sering. Ju.. juga saya pernah mengintip dan melihat

memek Bude. Waktu itu Bude mandi numpang mandi di rumah. Saya seneng

banget sekarang bisa melihat dan memegang langsung,"

Bu Halimah senang sekaligus bangga mendengar jawaban jujur Roni. Ia tak

menyangka anak teman baiknya selama ini menjadi pengagum dirinya secara

diam-diam. Ia yang tadinya ragu dan malu untuk memperlihatkan seluruh

bagian memeknya dengan merapatkan kakinya karena takut mendapat

penolakan dari Roni menjadi percaya diri. Direnggangkan dan lalu

diangkatnya kaki kanannya serta ditumpukannya pada pinggiran bale kayu

yang ada di dekatnya hingga terpampanglah seluruh bagian memeknya di

hadapan pemuda itu.

Roni kian terperangah. Lekat-lekat ditatapinya memek Bu Halimah. Di

bagian tengah yang menggunduk ada celah memanjang dengan bagian daging

yang menebal di bagian bibir luar memek Bu Halimah. Warnanya coklat

hitaman, berkerut-kerut dan mengeras seperti bagian daging yang sudah

kapalan. Kontras dengan warna daging merah muda di bagian dalam yang

terlihat agak basah.

Di bagian atas mendekati ujung celah lubang memek itu, sebentuk

tonjolan daging sebesar biji jagung tampak mencuat. Mungkin ini yang

dinamakan itil, pikir Roni membatin dan itu kian membuatnya terangsang.

Rupanya bagian itu kelewat menarik untuk dilewatkan hingga Roni

tergerak untuk menyentuhnya. Diawali dengan mengusap-usap bibir luar

memek Bu Halimah yang berkerut dan terasa kasar, ujung jari Roni mulai

menelusup masuk ke celahnya lalu menyentuh dan menggesek-gesek tonjolan

daging mungil itu.

Mendapat rangsangan di bagian paling peka pada kelaminnya, Bu Halimah

yang sudah cukup lama tidak dientot Pak Nardi suaminya, tubuhnya

menjadi tergetar hebat. Terlebih ketika itilnya mulai dipermainkan Roni

dengan intensitas sentuhan yang makin kerap. "Ooouuww.. sshh... sshhh

..ahhh..ahh.. ahh...ssshh. Itil Bude kamu apakan Ron? Ahhh...

ssshhhh....ssshhhh....akkhhhhh... enak.. banget Ron," lenguh Bu Halimah

mendesah.

Namun yang membuat Bu Halimah makin menggelinjang seperti cacing

kepanasan serta berkali-kali memekik tertahan menahan nikmat yang

tertahankan adalah tatkala dirasakan bibir memeknya serasa dilumat.

Karena sangat terangsang, Roni memang akhirnya melumat bibir luar

kemaluan Bu Halimah dengan mulutnya. Ia sebenarnya hanya meniru adegan

yang sering ditontonnya dalam adegan film mesum.

Tetapi ternyata, ulahnya itu membuat Bu Halimah kelojotan menahan

nikmat. Bahkan ketika Roni mengecupi dan menghisapi itilnya, erangan

dan rintihan Bu Halimah semakin kencang. Roni jadi semakin bersemangat.

Lidahnya tak hanya disapu-sapukan tetapi dijulur-julurkan masuk ke

kedalaman lubang nikmat Bu Halimah yang mulai terasa asin karena

banyaknya cairan pelicin yang keluar.

Merasa pertahanannya hampir jebol dan didorong keinginannya untuk

segera merasakan batang ****** Roni yang berukuran ekstra besar dan

panjang, Bu Halimah meminta Roni menghentikan aksi obok-obok memek dan

itil dengan mulut dan lidahnya. "Sshh.. sshh.. aahhh.. ahhh... ahhh.

Udah Ron, Bude nggak tahan." kata Bu Halimah sambil menarik kepala Roni

menjauh dari selangkangannya.

Lalu diajaknya Roni ke bale kayu tempat para penjaga hutan melepas

lelah. Di bale kayu itu, Bu Halimah langsung merebahkan tubuh telentang

dan membuka lebar pahanya. Roni tahu tugas yang menunggunya kini adalah

menyogok lubang memek teman ibunya yang memang sudah lama ingin

dinikmatinya.

Seeperti tak sabar Bu Halimah langsung menggenggam ****** Roni ketika

pemuda itu telah berada di atas tubuhnya. Ujung penis Roni yang

membonggol besar di arahkannya tepat di tengah lubang memeknya.

"Masukkan Ron.. ahhh ..ahhh Bude udah kepengen merasakan kontolmu,"

"Sa... saya juga Bude. Roni sudah lama pengen ngentot dengan Bude. Roni

suka memek Bude,"

"I.ii. iya Ron, cepat tekan dan masukan kontolmu," ujar Bu Halimah.

Akhirnya, Roni menurunkan pinggulnya. Ujung penisnya menyentuh bibir

luar memek Bu Halimah yang sudah menunggu untuk disogok. Tetapi karena

kepala ****** Roni kelewat membonggol dan berukuran cukup besar, tak

mudah untuk masuk meskipun memek Bu Halimah tergolong sudah oblong.

"Kayaknya ****** kamu gede banget Ron. Jauh lebih gede dibanding punya

Pak Nardi jadi agak sulit masuknya,"

"Te... terus gimana Bude?," Kata Roni bingung.

Namun Bu Halimah tidak kehilangan akal. Dikeluarkannya ludah dari

mulutnya dan ditampungnya di telapak tangannya. Lalu, ludah itu

dibalur-balurkannya di ujung ****** Roni agar bisa menjadi semacam

pelumas. "Udah Ron, masukkan lagi kontolmu tapi pelan-pelan ya,"

"Ii... iya Bude,"

Karena terburu-buru dan sama sekali belum pernah melakukannya, ujung

rudal Roni sempat meleset. Kepala penis pemuda itu terantuk di bagian

atas lubang memek Bu Halimah dan hanya mengenai itilnya hingga wanita

itu memekik. Baru setelah dipandu tangan Bu Halimah, sedikit demi

sedikit ujung ****** Roni mulai masuk dan akhirnya bleesss! ****** Roni

berhasil masuk sepenuhnya ke lubang nikmat itu setelah ia sedikit

menyentaknya dan membuat Bu Halimah kembali memekik.

"Sa... sakit Bude?"

"Eee .. enggak Ron. Bude cuma kaget. ****** kamu gede banget,"

Sudah sangat sering Roni membayangkan nikmatnya bersetubuh dengan Bu

Halimah sambil mengocok-ngocok sendiri kontolnya. Tetapi ternyata, jauh

lebih nikmat ngentot langsung dengan wanita itu. Batang kontolnya yang

telah membenam di lubang kenikmatan teman ibunya itu, terasa hangat dan

nikmat dijepit dinding-dinding vagina Bu Halimah.

Disogok ****** pemuda berukuran besar, wanita yang sudah lama tidak

menikmati permainan ranjang sejak suaminya menikah lagi itu mengulum

senyum. Senyum yang membuat wajah tuanya kembali kelihatan cantik dan

membuat Roni tergerak untuk melumat bibirnya. Ciuman itu langsung

disambut Bu Halimah dengan lebih panas. Lidah Roni yang terjulur

langsung dihisapnya hingga bukan hanya kemaluan keduanya yang beradu di

bagian bawah tetapi mereka juga saling hisap dengan kedua mulutnya.

Hari semakin gelap dan hujan yang mengguyur kawasan hutan jati kian

menderas diseling bunyi guruh yang sesekali menggelegar. Namun cuaca

buruk yang tengah berlangsung tak mempengaruhi panasnya gairah yang

tengah disalurkan pasangan itu. Desahan dan erangan nikmat yang keluar

dari mulut pasangan itu seolah ingin mengalahkan bunyi halilintar yang

menggelegar.

Bu Halimah benar-benar dibuat melayang dan dihantarkan pada kenikmatan

yang belum pernah dirasakan sebelumnya setelah Roni menaik-turunkan

pinggulnya dan memaju-mundurkan batang kontolnya di lubang memeknya.

Apalagi Roni juga sesekali menyelingnya dengan meremasi susunya yang

besar. Bahkan tidak jarang Roni juga memilintir dan memijit puting

teteknya yang membuatnya merintih menahan nikmat.

"Terus Ron... sshhh..... ssshhh.... aahh.... aahhh... enak banget

entotanmu Ron. Ssshhhh... sshhhhh.... Bude nggak pernah merasakan

seenak ini bila dengan Pak Nardi. Aaahhh..... aaauuwww.... sshhhh...

sshhhhh,"

Dulu, semasa Pak Nardi belum kena pelet dan akhirnya mengawini seorang

janda, sikap Bu Halimah dalam melayani suaminya sebenarnya tergolong

biasa-biasa saja. Apalagi Pak Nardi tergolong kurang potensinya dalam

urusan ranjang. Hingga ia merasa tidak perlu menservisnya dan dalam

melayani sekadar asal suami bisa muncrat saja air maninya.

Namun menghadapi Roni dengan tenaga muda serta kekerasan batang

kontolnya yang mampu membuatnya merintih nikmat, Bu Halimah merasa

harus memberikan respon yang sepadan. Maka sambil menggoyang pinggul

dan memutar-mutarkan pantat besarnya, otot-otot bagian dalam memeknya

juga ikut dikejut-kejutkan hingga mampu mencengkeram kuat batang ******

pemuda itu. Apa yang dilakukan Bu Halimah membuat batang ****** Roni

serasa dihisap hingga memberi kenikmatan tiada tara.

Permainan panas keduanya mendekati puncaknya setelah irama goyangan dan

hunjaman yang berlangsung dalam gelap mulai tidak teratur. Roni mulai

menancapkan batang kontolnya di lubang memek Bu Halimah dengan

sentakan-sentakan. Sementara Bu Halimah sesekali mulai mengangkat

tinggi-tinggi pantatnya.

"Sshhh... ookkkhhh.... oookkkk.. enak banget... enak banget. Ahhhh....

ahhh... ssshhh terus Ron... enak banget. Akhhh.... bude hampir keluar..

Ron... ohhhkkhhhh,"

"Roni juga Bude... aahhhh..... aahhhkk.... terus hisap Bude. Akhhhh....

ya.... terusshhhh.... akkhhh memek Bude anak banget,"

Akhirnya, diawali dengan tubuh mengejang Bu Halimah akhirnya

menggelepar menikmati orgasme yang didapatnya. Ditandai dengan semburan

hangat dari setiap sudut di lubang vaginanya membasahi batang ******

Roni. Seperti halnya Bu Halimah, di saat yang hampir bersamaan Roni

juga merasa tak mampu lagi membendung apa yang ingin dimuntahkannya.

Setelah mengerang menahan nikmat tiada tara yang didapatnya, Roni

akhirnya ambruk di tubuh montok wanita itu. Tak kalah banyak, air mani

Roni juga menyembur bak lahar panas. Membanjir berbaur dengan cairan

yang keluar dari lubang memek wanita teman dekat ibunya. Keduanya baru

menyadari bahwa hari telah beranjak malam setelah beberapa saat melepas

lelah dari permainan nikmat yang baru dilakukan.

Dalam gelap dan hanya diterangi sinar dari nyala api di tungku perapian

yang ada di tempat berteduh penjaga hutan itu, Roni segera mengumpulkan

pakaiannya untuk dikenakan. Begitu juga Bu Halimah. Setelah semua

pakaian dikenakan, Roni langsung menstater motornya dan melesat

menembus kegelapan hutan jati. Hanya, sepanjang perjalanan pulang

keduanya terdiam membisu.

Suasana kaku itu baru cair setelah Roni menghentikan motornya karena

berniat membeli rokok di sebuah kios di sebuah kampung. "Nih pakai uang

Bude saja Ron," kata Bu Halimah menyodorkan lembaran seratus ribu

rupiah.

Roni membeli sebungkus rokok dan dua botol air mineral yang langsung

ditenggaknya. Botol air mineral yang lain disodorkannya kepada bu

Halimah sambil menyerahkan uang kembalian. Namun Bu Halimah hanya mau

menerima air mineralnya saja yang juga langsung dibuka dan diminumnya.

"Kembaliannya kamu kantongi saja untuk beli bensin," ujarnya.

Setelah kembali berada di atas sepeda motor, Bu Halimah kembali membuka

percakapan. "Kok Roni diam saja sih. Nyesel ya melakukan itu dengan

orang setua Bude?"

"Ih enggak Bude. Sungguh. Roni diam karena takut Bude marah. Sungguh

Roni sangat senang berkesempatan berdua dengan Bude seperti tadi," kata

Roni.

Bu Halimah yang sempat canggung, kini kembali merapatkan posisi

duduknya dalam membonceng dan tangannya memeluk tubuh Roni dari

belakang. Sikap mesra keduanya mirip sepasang kekasih yang tengah

menikmati masa-masa indah berpacaran karena angan mereka melambung pada

bayang-bayang kenikmatan yang baru direguknya.

TAMAT

10 komentar:

  1. Ayoo Main di Pelangi Togel
    TOTAL HADIAH RATUSAN JUTAAN UNTUK DIBAGIKAN

    Telp : +85581569708
    BBM : D8E23B5C
    Line : togelpelandi
    Skype: Togel Pelangi

    promo :
    1. Bonus New Member
    Deposit : 50.000 Bonus 5.000
    Deposit : 100.000 Bonus 10.000
    Syarat jika ingin WD berlaku kelipatan 3x Deposit + Bonus
    contoh :
    Deposit 100.000 + Bonus 10.000 x 3 = 330.000
    jika belum mencapai syarat maka akan kami tarik kembali Bonus depositnya sebesar 10.000
    Misalnya Jika belum mencapai syarat bos ingin WD 300.000 Maka kami tarik 10.000 dan akan kami kirim dana 290.000
    http://www.togelpelangi.com/

    BalasHapus

© JURAGAN CERITA SEX is powered by Blogger - Template designed by Stramaxon - Best SEO Template